Tahukah Ayah Bunda? Anak dengan disabilitas intelektual juga mengalami permasalahan dalam hal kemandirian. Umumnya, kemandirian seorang anak sudah terlihat disaat ia berada di usia satu tahun dimana anak sudah dapat menggerakan semua anggota tubuhnya secara stabil, makan dengan menggunakan kedua tangannya dan dapat menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri. Kemandirian seorang anak dapat terlihat dari kemampuannya dalam melakukan aktivitas hidup tanpa adanya dukungan penuh dari orang dewasa. Kemandirian anak dengan disabilitas intelektual dapat dilihat dari cara ia membersihkan badan, makan dan minum, berpakaian, keterampilan dan beradaptasi dengan lingkungan. Selain kemandirian, anak dengan disabilitas intelektual juga mengalami kesulitan untuk mendapatkan kesempatan dalam membangun interaksi sosial. Mereka juga mengalami batasan dalam fungsi intelektual (belajar, memberikan alasan dan memecahkan masalah) dan adaptasi perilaku.
Intervensi
Intervensi yang efektif dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan anak disabilitas intelektual. Salah satu metode yang dapat dilakukan yaitu dengan menerapkan prinsip-prinsip modifikasi perilaku. Modifikasi perilaku merupakan suatu teknik intervensi yang menggunakan pendekatan behavioristik. Metode ini bertujuan untuk meningkatkan perilaku adaptif dan mengurangi perilaku maladaptif yang berlebihan dalam kehidupan sehari-hari. Teknik modifikasi perilaku dilakukan untuk meningkatkan keberfungsian perilaku individu dalam kehidupan sehari-harinya. Salah satu teknik modifikasi perilaku adalah modelling.
Modelling merupakan salah satu teknik intervensi yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan terkait interaksi sosial. Penggunaan behavior therapy dengan teknik modelling memudahkan subjek untuk mempelajari perilaku yang ingin dirubah. Selain modelling, remedial teaching juga merupakan salah satu teknik modifikasi perilaku. Remedial teaching merupakan suatu sistem belajar yang dilakukan oleh seorang guru untuk menciptakan suatu situasi yang memungkinkan seorang anak agar lebih mampu mengembangkan dirinya secara optimal sehingga dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas mereka dalam menguasai materi pelajaran. Implikasi lain untuk mengatasi disabilitas intelektual dapat dilakukan dengan terapi bermain dan perilaku.
Terapi
Terapi bermain bertujuan untuk membantu anak mengekspresikan perasaanya, seperti senang, sedih, marah, dendam tertekan atau emosi yang lain. Ayah Bunda, terapi ini dilakukan dengan menggunakan berbagai alat permainan sesuai dengan situasi yang sudah dipersiapkan. Selain terapi bermain, terapi perilaku juga dapat membantu proses intervensi pada anak disabilitas intelektual. Terapi Perilaku dengan teknik reinforcement positive merupakan suatu proses penguatan perilaku operan (reinforcement positive atau negative) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut berulang atau menghilang sesuai dengan keinginan. Pemberian positif reinforcement dapat membentuk perilaku yang diinginkan. Penguatan mengacu pada bentuk penguatan yang dimunculkan secara kontinu setelah terjadinya perilaku yang diinginkan. Reinforcement positive dapat berupa pemberian hadiah ataupun perilaku seperti senyuman, tepuk tangan dan mengacungkan jempol.
Tidak hanya individu penyandang Disabiltas Intelektual saja yang mengalaminya, tetapi juga bagi keluarganya dan lingkungan sekitar. Kondisi ini ditandai dengan keterbatasan kemampuan kognitif yang menyebabkan seseorang mengalami kesulitan dalam memahami, mengingat, dan menerapkan pengetahuan baru secara cepat atau seefisien orang pada umumnya.
Hubungan Orang Tua
Banyak sekali tantangan dan dukungan yang dibutuhkan untuk membesarkan seorang anak. Dalam sebuah penelitian diperoleh bahwa kebutuhan utama orang tua, baik ibu maupun ayah, adalah akses informasi, diikuti layanan komunitas dan dukungan profesional. Kebutuhan lainnya mencakup kemampuan menjelaskan kondisi anak, bantuan finansial, perawatan anak, serta dukungan keluarga/sosial. Karena kebutuhan informasi yang paling dominan, penting untuk menyediakan akses informasi agar orang tua dapat lebih optimal dalam merawat dan mengembangkan potensi anak mereka.
Dalam sebuah penelitian tentang kualitas hidup orang tua dengan anak penyandang disabilitas, diperoleh hasil bahwa aspek hubungan sosial memiliki skor tertinggi, diikuti aspek psikologis dan lingkungan skor sedang, sementara aspek kesehatan fisik berada di posisi terendah. Secara keseluruhan kualitas hidup dan tingkat kepuasan responden terhadap kondisi kesehatannya berada dalam kategori baik. rendahnya kesehatan fisik ini disebabkan karena kurangnya waktu untuk merawat diri dan waktu untuk bisa istirahat dan tidur. Karena itu ini menunjukkan betapa berat dan lelahnya ibu dan ayah dari anak-anak yang berkebutuhan khusus. Oleh karena itu akan lebih baik jika kita dapat menjadi masyarakat yang dapat mendukung dan meningkatkan kesadaran terhadap anak-anak berkebutuhan khusus dan orang tua sehingga kita dapat memberikan sedikit saja dukungan baik moral ataupun finansial.
Baca Juga : Mengetahui Gejala Disabilitas Intelektual Pada Anak
Penutup
Untuk para Ayah dan Bunda yang merawat anak dengan ketidakmampuan intelektual tidak sendiri. Perjalanan ini memang tidak mudah, tapi kasih sayang, kesabaran, dan pendampingan kalian memiliki kekuatan besar untuk membentuk masa depan anak. Jangan ragu untuk mencari dukungan, berbagi cerita, dan percaya bahwa setiap langkah kecil berarti. Karena anak-anak ini tidak membutuhkan orang tua yang sempurna, mereka hanya membutuhkan orang tua yang hadir. Konon katanya membutuhkan satu desa untuk membesarkan anak jadi jangan ragu untuk bercerita dan mencari dukungan.
Ayah Bunda, Aku mungkin tak selalu bisa berkata-kata, tapi aku tahu siapa yang selalu ada.
Ayah Bunda, Aku tahu kadang lelah dan bingung datang bersamaan, tapi di setiap kehadiranmu aku merasa aman.
Ayah Bunda, Meskipun jalanku pelan, aku terus berjalan. Terima kasih sudah menjadi rumah tempat hatiku tumbuh.
Untuk konsultasi dan informasi lebih lanjut Hubungi :
Klinik Tumbuh Kembang Anak Niumiu
No. WhatsApp 0821-2082-3522 / Klik WA Disini
Ditulis Oleh : Dhyan Lhola, S.Psi. 2 Juni 2025
Referensi :
APA. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorders: DSM-5TM, 5th ed. In
Diagnostic and statistical manual of mental disorders: DSM-5TM, 5th ed. American Psychiatric Publishing, Inc. https://doi.org/10.1176/appi.books.9780890425596 Baihaqi, M. (2016). Pengantar Psikologi Kognitif. Refika Aditam.
Research in Developmental Disabilities (Maulik, Pallab & Mascarenhas, Maya & Mathers, Colin & Dua, Tarun & Saxena, Shekhar.) Diakses 2022. Prevalence of intellectual disability: A meta-analysis of population-based studies.
Azzahra, A, F. (2020). Efforts to Equitable Education for Children with Intellectual Disabilities as an Alternative to Overcoming Social Problems in Children. Journal of Creativity Student. 5(1), 65-86 .
Lestari, S., Yani, I & Nurhidayah. Kebutuhan Orang Tua dengan Anak Disabilitas. JNC, 1(1).
Lichtenstein, P., Tideman, M., Sullivan, P., Serlachius, e., Larasson, H., Kuja, R & Butwicka, A. (2022). Familial risk and heritability of intellectual disability: apopulation-based cohort study in Sweden.Journal of Child Psychology and Psychiatry. 63(9), 1092-1102.
Nurasa, I & Mareti, S. Kualitas Hidup Orang Tua dengan Anak Disabilitas. CITRA DELIMA : Jurnal Ilmiah STIKES Citra Delima Bangka Belitung. 5(2)
Caesaria, et. al. (2019). Gambaran Umum Pola Asuh pada Anak Retardasi Mental di RSUD Dr. Soetomo. Jurnal Keperawatan Jiwa, 1(2), 57–63. https://doi.org/10.20473/pnj.v1i2.15807