pica

Mengenal Apa Itu Pica? Gangguan Makan dan Bahayanya bagi Kesehatan

Apakah anak memiliki kebiasaan aneh seperti mengunyah es batu, makan tanah, atau bahkan mengonsumsi benda-benda yang bukan makanan? Jika iya, bisa jadi ini bukan hanya sekadar kebiasaan unik, tapi merupakan kondisi medis yang disebut pica. Lebih dari itu, pica juga sering dikaitkan dengan masalah kesehatan serius seperti anemia defisiensi besi (ADB). Lalu, apa sih itu pica dan anemia? Simak penjelasannya di bawah ini.

Apa Itu Pica?

Pica adalah gangguan makan yang ditandai dengan keinginan kuat untuk mengonsumsi benda non-makanan yang tidak memiliki nilai gizi. Nama “pica” berasal dari bahasa Latin yang berarti burung murai, burung yang terkenal suka memungut benda apa saja. Dalam dunia medis, kondisi ini menjadi perhatian serius karena sering kali menunjukkan adanya kekurangan nutrisi, khususnya zat besi.

Jenis-Jenis Pica

Pica tidak hanya satu jenis, melainkan terdiri dari beberapa bentuk perilaku berdasarkan benda yang dikonsumsi, antara lain:

  • Geophagia, kebiasaan makan tanah atau debu.
  • Pagophagia, memakan es batu, sering kali dalam jumlah besar.
  • Amylophagia, mengonsumsi bahan bertepung mentah seperti tepung atau pati.
  • Coprophagy, mengonsumsi feses (umumnya terjadi pada kondisi gangguan mental tertentu).
  • Trichophagia, kebiasaan memakan rambut.
  • Lain-lain, termasuk memakan kertas, logam, serpihan cat, detergen, batu, dan bahan asing lainnya.

Hubungan Antara Pica dan Anemia Defisiensi Besi

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa pica sangat sering dikaitkan dengan anemia defisiensi besi, yaitu kondisi di mana tubuh kekurangan zat besi sehingga tidak mampu memproduksi cukup hemoglobin dalam darah. Salah satu indikator anemia adalah kadar serum ferritin yang rendah, biasanya di bawah 15 mcg/mL.

Menurut laporan, sekitar 80,9% penderita anemia defisiensi besi juga mengalami pica, terutama jenis pagophagia. Ini menunjukkan bahwa kekurangan zat besi bisa memicu dorongan kuat untuk mengonsumsi benda asing, walau belum sepenuhnya dipahami mengapa hal ini terjadi secara biologis.

Anak-anak, terutama balita, serta individu dengan kondisi seperti autisme, memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami pica. Jika tidak segera ditangani, kebiasaan ini bisa berujung pada keracunan, gangguan saluran pencernaan, bahkan memperparah anemia yang sudah ada.

Gejala Anemia Defisiensi Besi Kronik

Kekurangan zat besi dalam jangka panjang bisa menyebabkan berbagai masalah kesehatan, terutama pada kulit, kuku, dan mulut. Beberapa gejala umum yang patut diwaspadai antara lain:

  • Angular Cheilitis, luka atau pecah-pecah pada sudut bibir yang terasa nyeri dan kemerahan.
  • Atrophic Glossitis, peradangan lidah yang menyebabkan permukaan lidah tampak halus, merah, dan terasa terbakar.
  • Koilonychia (Spoon Nails), kuku menjadi tipis, rapuh, dan berbentuk seperti sendok.
  • Mulut kering akibat gangguan produksi air liur.

Gejala-gejala ini sering kali menjadi tanda awal bahwa tubuh kekurangan zat besi dan perlu mendapatkan perhatian medis segera.

Cara Mengatasi Pica dan Anemia Defisiensi Besi

Penanganan pica yang disertai anemia harus dilakukan secara komprehensif. Berikut adalah beberapa langkah intervensi yang umum dilakukan:

1. Terapi Suplemen Zat Besi dan Zinc

Suplemen zat besi akan membantu meningkatkan kadar hemoglobin dan memperbaiki cadangan zat besi dalam tubuh. Zinc juga penting karena berperan dalam metabolisme dan fungsi kekebalan tubuh.

2. Terapi Perilaku

Pendekatan psikologis dan terapi perilaku kognitif sangat penting untuk membantu individu menghentikan kebiasaan konsumsi benda non-makanan. Pendampingan oleh psikolog atau terapis perilaku dapat memberikan hasil yang lebih baik, terutama pada anak-anak.

Studi dan Fakta Tambahan

Dalam sebuah studi kohort, praktik pica ditemukan pada individu dengan kadar hemoglobin antara 7,0 hingga 10,0 g/dL. Jenis pica yang paling sering ditemukan adalah:

  • Pagophagia (makan es)
  • Geophagia (makan tanah)
  • Amylophagia (makan pati mentah seperti tepung atau nasi)

Meskipun tidak semua studi mencantumkan kadar hemoglobin secara spesifik, hubungan antara pica dan anemia tetap terbukti kuat di berbagai penelitian di seluruh dunia.

Baca Juga : Mengenal Perbedaan Secure Attachment dan Insecure Attachment

Kesimpulan

Ayah Bunda, pica bukanlah sekadar kebiasaan aneh atau fase perkembangan, tetapi bisa menjadi indikator adanya kekurangan zat gizi penting seperti zat besi. Bila dibiarkan, kondisi ini tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik, tetapi juga psikologis. Jika anak menunjukkan tanda-tanda pica atau gejala anemia, segera konsultasikan ke dokter untuk pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut.

Dengan penanganan yang tepat, pica dan anemia bisa dikendalikan, sehingga kualitas hidup penderita dapat meningkat secara signifikan.

Ditulis oleh : Tria Handayani, S.Gz. – 16 Oktober 2025

Referensi

Abu BAZ, Morrissey A, Wu Y, Castillo DA, Becker R, Wu T, Fiscella K, Gill S, Xiao J. Pica practices, anemia, and oral health outcomes: a systemic review. BMC Oral Health. 2025 Jan 3;25(1):13. doi: 10.1186/s12903-024-05371-7. Erratum in: BMC Oral Health. 2025 Jul 16;25(1):1183. doi: 10.1186/s12903-025-06429-w. PMID: 39754099; PMCID: PMC11697756.

Share Via :


📞 AMBIL PROMONYA SEKARANG
Scroll to Top