Berbagi adalah kunci utama dalam membangun hubungan sosial yang sehat. Melalui kebiasaan berbagi, anak belajar tentang empati, kerja sama, dan keadilan. Namun, mengajarkan konsep ini pada anak berkebutuhan khusus (ABK) bisa menjadi tantangan tersendiri.
Ayah Bunda, dalam artikel ini kita akan membahas secara lengkap mengapa anak berkebutuhan khusus kesulitan berbagi, apa dampaknya jika tidak ditangani, dan strategi efektif yang bisa diterapkan oleh orang tua maupun guru untuk membentuk kebiasaan berbagi sejak dini.
Mengapa Anak Berkebutuhan Khusus Sulit Belajar Berbagi?
Ayah Bunda, tidak semua anak secara alami mampu memahami pentingnya berbagi. Terutama pada anak dengan kebutuhan khusus, ada beberapa tantangan perkembangan dan sosial-emosional yang perlu dipahami terlebih dahulu.
1. Kesulitan Memahami Perasaan Orang Lain
Anak dengan autisme umumnya mengalami hambatan dalam kemampuan Theory of Mind (ToM), yaitu kemampuan untuk memahami pikiran dan perasaan orang lain. Tanpa pemahaman ini, perilaku berbagi tidak muncul secara alami.
Fakta Penelitian:
Menurut Wang et al. (2022), anak dengan autisme memiliki tingkat empati dan ToM yang lebih rendah dibandingkan anak tipikal, yang berdampak pada rendahnya kecenderungan berbagi dalam interaksi sosial.
2. Impulsivitas dan Kesulitan Mengendalikan Diri
Anak dengan ADHD (Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder) sering kali tampak tidak mau berbagi bukan karena tidak peduli, tetapi karena dorongan kuat untuk segera menggunakan barang yang mereka inginkan.
Fakta Penelitian:
Groves et al. (2021) menunjukkan bahwa gangguan regulasi emosi pada anak ADHD berkaitan langsung dengan rendahnya perilaku prososial seperti berbagi, serta meningkatnya impulsivitas sosial.
3. Keterbatasan Pemahaman Sosial
Anak dengan hambatan intelektual (intellectual disability) umumnya membutuhkan waktu lebih lama untuk memahami norma sosial seperti berbagi atau bergiliran.
Fakta Penelitian:
Jacobs et al. (2020) menemukan bahwa kemampuan sosial-kognitif yang terbatas berdampak pada kesulitan anak dalam mengenali isyarat sosial, termasuk saat diminta berbagi atau berinteraksi dalam permainan kelompok.
Dampak Jika Anak Tidak Belajar Berbagi
Jika tidak diajarkan sejak dini, kesulitan dalam berbagi dapat memberikan dampak jangka panjang pada perkembangan sosial anak, seperti:
- Kesulitan bersosialisasi dan membentuk pertemanan
- Konflik dengan teman sebaya, seperti perebutan mainan
- Kurangnya pengalaman belajar sosial, karena anak cenderung menarik diri dari aktivitas bersama
Strategi Efektif Mengajarkan Anak Berkebutuhan Khusus untuk Berbagi
Ayah Bunda, mengembangkan keterampilan berbagi pada anak berkebutuhan khusus memerlukan pendekatan konsisten, sabar, dan terstruktur. Berikut beberapa cara yang terbukti efektif:
1. Jadilah Contoh Nyata (Modeling)
Anak belajar melalui observasi. Tunjukkan sikap berbagi dalam keseharian, misalnya dengan berkata:
“Ibu mau berbagi kue dengan Ayah, yuk kita makan sama-sama!”
2. Gunakan Cerita Sosial (Social Stories)
Buat cerita bergambar atau video sederhana tentang tokoh yang berbagi mainan, lalu bermain bersama temannya dengan senang hati. Cerita sosial membantu anak memahami konsep berbagi dalam konteks yang familiar.
3. Terapkan Permainan Giliran
Mainkan permainan yang membutuhkan giliran, seperti menyusun balok atau bermain bola. Aktivitas ini melatih anak untuk menunggu, menghargai orang lain, dan memahami bahwa mereka tidak kehilangan sesuatu, hanya bergiliran.
4. Berikan Penguatan Positif
Saat anak menunjukkan perilaku berbagi, berikan pujian langsung: “Wah, kamu hebat mau berbagi mainan! Adik jadi senang loh!” Pujian bisa dilengkapi dengan stiker atau token sebagai hadiah simbolik, untuk membangun asosiasi positif terhadap berbagi.
5. Buat Aturan yang Jelas dan Konsisten
Gunakan aturan waktu sederhana seperti: “Mainan ini dipakai 5 menit oleh Kakak, lalu 5 menit oleh Adik.” Struktur ini membantu anak memahami bahwa berbagi tidak berarti kehilangan, tapi bergiliran.
6. Lakukan Role Play atau Bermain Peran
Ajak anak bermain pura-pura jadi penjual dan pembeli. Dengan begitu, anak belajar bahwa berbagi adalah bagian dari kehidupan sosial yang menyenangkan.
Baca Juga : Atasi Bosan dan Bantu Fokus! Aktivitas Seru untuk Anak ADHD di Rumah
Kesimpulan
Ayah Bunda, mengajarkan anak berkebutuhan khusus untuk berbagi bukanlah hal yang mudah, namun bukan pula hal yang mustahil. Dengan pendekatan yang tepat, mulai dari modeling, cerita sosial, hingga penguatan positif, anak dapat belajar berbagi secara bertahap dan penuh makna. Ingat, kunci dari semuanya adalah kesabaran, konsistensi, dan dukungan penuh dari lingkungan sekitar.
Untuk konsultasi dan informasi lebih lanjut Hubungi :
Klinik Tumbuh Kembang Anak Niumiu
No. WhatsApp 0821-2082-3522 / Klik WA Disini
Ditulis oleh : Fidiya Yasmin Nur Staniya, S.Psi. – 22 Oktober 2025
Referensi:
Baurain, C., Nader-Grosbois, N., & Dionne, C. (2013). Socio-emotional regulation in children with intellectual disability and typically developing children, and teachers’ perceptions of their social adjustment. Research in Developmental Disabilities, 34(9), 2774–2787. https://doi.org/10.1016/j.ridd.2013.03.022
Groves, N. B., Wells, E. L., Soto, E. F., Marsh, C. L., Jaisle, E. M., Harvey, T. K., & Kofler, M. J. (2021). Executive functioning and emotion regulation in children with and without ADHD. Research on Child and Adolescent Psychopathology, 50(6). https://doi.org/10.1007/s10802-021-00883-0
Jacobs, E., Simon, P., & Nader-Grosbois, N. (2020). Social cognition in children with non-specific intellectual disabilities: An exploratory study. Frontiers in Psychology, 11. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2020.01884
Stralen, J. van. (2016). Emotional dysregulation in children with attention-deficit/hyperactivity disorder. ADHD Attention Deficit and Hyperactivity Disorders, 8(4), 175–187. https://doi.org/10.1007/s12402-016-0199-0 Wang, X., Auyeung, B., Pan, N., Lin, L.-Z., Chen, Q., Chen, J.-J., Liu, S.-Y., Dai, M.-X., Gong, J.-H., Li, X.-H., & Jing, J. (2022). Empathy, theory of mind, and prosocial behaviors in autistic children. Frontiers in Psychiatry, 13. https://doi.org/10.3389/fpsyt.2022.844578
