Pernahkah Ayah Bunda merasa kewalahan menghadapi Si Kecil yang sulit diam, gampang marah, atau terus-menerus bertindak impulsif? Kadang kita langsung melabeli anak sebagai “nakal”, “bandel”, atau “susah diatur”. Tapi, bagaimana jika perilaku yang tampak “mengganggu” itu sebenarnya merupakan sinyal dari sesuatu yang lebih dalam, soal cara kerja otaknya yang berbeda.
Di balik kenakalan yang terlihat, bisa jadi anak sedang berjuang dengan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder), sebuah kondisi neurodevelopmental yang memengaruhi fokus, pengendalian diri, dan regulasi emosi. Artikel ini mengajak Ayah Bunda untuk membuka mata dan hati karena memahami lebih dalam adalah langkah pertama menuju pola asuh yang penuh kasih dan tepat sasaran guna anak bertumbuh dan berkembang secara optimal.
Apa Itu ADHD?
ADHD atau Attention Deficit/Hyperactivity Disorder adalah kondisi yang memengaruhi cara anak berpikir, bertindak, dan mengelola perhatiannya. Anak dengan ADHD biasanya sulit fokus, terlalu aktif, dan sering bertindak tanpa berpikir panjang.
Ini bukan soal “malas” atau “nakal”. ADHD adalah kondisi medis yang nyata, dan biasanya mulai terlihat sejak anak masih kecil. Gejala-gejalanya harus muncul selama lebih dari enam bulan dan terlihat di lebih dari satu tempat, misalnya di rumah dan di sekolah.
Kenapa Anak yang “Nakal” Bisa Saja Mengalami ADHD?
Anak-anak yang sangat aktif, suka menentang, atau sulit diatur sering diberi label “nakal”. Tapi sebenarnya, tidak semua anak aktif itu nakal — dan tidak semua kenakalan itu hanya soal perilaku.
Anak dengan ADHD punya pola perilaku yang konsisten dan berulang, yang benar-benar memengaruhi kehidupan sehari-hari mereka, baik secara sosial, emosional, maupun akademik. Jadi, sebelum melabeli anak sebagai “nakal”, penting untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi.
Ciri-Ciri Anak dengan ADHD
Ada tiga kelompok gejala utama yang bisa diperhatikan:
1. Sulit Fokus (Inatensi)
- Anak sering terlihat melamun saat sedang diajak bicara.
- Mudah lupa atau kehilangan barang.
- Sering tidak menyelesaikan tugas sekolah atau pekerjaan rumah.
2. Impulsif (Bertindak Tanpa Pikir Panjang)
- Sering memotong pembicaraan orang lain.
- Tidak sabar menunggu giliran.
- Bertindak cepat tanpa berpikir akibatnya.
3. Hiperaktif (Terlalu Aktif)
- Terus bergerak meski sedang duduk.
- Bicara tanpa henti.
- Sulit bermain dengan tenang.
Tidak semua anak ADHD menunjukkan semua gejala ini. Ada yang lebih dominan sulit fokus, ada yang lebih aktif dan impulsif, ada juga yang campuran.
Apa Dampaknya bagi Anak?
Penelitian menunjukkan bahwa ADHD bisa memengaruhi banyak aspek kehidupan anak, seperti:
- Di sekolah, anak bisa kesulitan belajar, terutama dalam hal matematika atau membaca. Mereka juga bisa lebih sulit mengikuti instruksi.
- Dalam pergaulan, anak mungkin sulit berteman karena sering mengganggu atau tidak bisa bekerja sama.
- Secara fisik, karena impulsif dan tidak bisa diam, mereka juga lebih rentan mengalami cedera karena jatuh atau terburu-buru.
Masalah Emosi dan Tantrum
Anak ADHD juga sering sulit mengatur emosi. Mereka bisa cepat marah, frustrasi, atau menangis tanpa alasan jelas. Tantrum (ledakan emosi) yang sering terjadi, terutama saat balita, bisa menjadi salah satu tanda awal.
Bagaimana Cara Menanganinya?
Penanganan ADHD biasanya menggunakan pendekatan gabungan, tergantung kebutuhan anak. Beberapa cara yang umum digunakan:
- Terapi perilaku, untuk membantu anak belajar mengelola tindakan dan emosinya.
- Pelatihan untuk orang tua, agar tahu cara terbaik mendampingi dan membimbing anak dengan ADHD.
- Intervensi di sekolah, seperti memberi rutinitas yang jelas atau sistem hadiah.
Baca Juga : Perilaku Melukai Diri Sendiri pada Anak Berkebutuhan Khusus
Kesimpulan
Tidak semua anak yang aktif atau sulit diatur itu “nakal”. Bisa jadi, mereka sedang berjuang dengan ADHD. Mengenali gejala sejak dini dan mencari bantuan profesional bisa membuat perbedaan besar dalam hidup anak dan keluarganya.
Jadi, jika Ayah Bunda merasa ada yang berbeda dari perilaku si kecil, jangan langsung menyalahkan anak, tapi cobalah pahami lebih dalam. Konsultasikan dengan tenaga ahli seperti psikolog anak atau dokter anak agar mendapat penanganan yang tepat.
Untuk konsultasi dan informasi lebih lanjut Hubungi :
Klinik Tumbuh Kembang Anak Niumiu
No. WhatsApp 0821-2082-3522 / Klik WA Disini
Ditulis Oleh : Tim Penulis. 08 Agustus 2025
Referensi :
· American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (5th ed.). Arlington, VA: American Psychiatric Publishing.
· Cortese, S. (2012). The neurobiology and genetics of Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD): What every clinician should know. European Journal of Paediatric Neurology, 16(5), 422–433. https://doi.org/10.1016/j.ejpn.2012.01.009
· Faraone, S. V., Biederman, J., & Mick, E. (2006). The age-dependent decline of attention deficit hyperactivity disorder: a meta-analysis of follow-up studies. Psychological Medicine, 36(2), 159–165. https://doi.org/10.1017/S003329170500471X
· Nijmeijer, J. S., Minderaa, R. B., Buitelaar, J. K., Mulligan, A., Hartman, C. A., & Hoekstra, P. J. (2008). Attention-deficit/hyperactivity disorder and social dysfunctioning. Clinical Psychology Review, 28(4), 692–708. https://doi.org/10.1016/j.cpr.2007.10.003